OceanOne, Robot Selam Humanoid Mengeksplorasi Kapal Karam Abad ke-17

scubabot_banner-960x492

OceanOne, robot selam humanoid baru dari Stanford mengeksplorasi kapal karam abad ke-17 (Kredit: Frederic Osada and Teddy Seguin/DRASSM).

100 meter di bawah permukaan laut mediterania, Oussama Khatib menahan nafasnya dan menyelam diantara puing-puing La Lune. 20 Mil dari lepas pantai selatan Perancis, disinilah puing-puing serta harta dan artefak yang tak terhitung jumlahnya dari kapal layar King Louis XIV yang tenggelam pada tahun 1664 terletak dan belum pernah tersentuh manusia.

Khatib, seorang profesor ilmu komputer di Stanford, dibantu tim arkeolog kelautan yang telah mempelajari situs tersebut menemukan sebuah vas berukuran sedang. Ia melayang tepat di atas vas tersebut, menggapainya, merasakan kontur dan beratnya, memasukkan jarinya agar mendapat pegangan yang baik. Ia lalu berenang menuju keranjang, meletakkan vas secara perlahan dan menutupnya. Kemudian ia berdiri dan memberikan ‘high-five’ pada lusinan arkeolog dan insinyur yang berkumpul mengelilinginya.

Ternyata Khatib selama ini duduk dengan nyaman di perahu kapal, menggunakan sepasang joystik untuk mengontrol OceanOne, sebuah robot penyelam humanoid yang dilengkapi dengan penglihatan manusia, kekuatan umpan balik haptic dan otak buatan – pada dasarnya, seorang penyelam virtual.

Khatib menjadi orang pertama yang menyentuh vas tersebut dalam beberapa ratus tahun ketika sampai pada perahu. vas itu dalam keadaan yang sangat baik walau terlihat tanda-tanda lamanya berada di dalam air seperti permukaannya yang tertutupi oleh detritus laut, dan baunya yang menyerupai tiram mentah.

Ekspedisi La Lune merupakan perjalanan perdana dari OceanOne. Berdasarkan kesuksesannya, Khatib berharap suatu saat robot itu dapat menggantikan tugas yang berbahaya bagi manusia, juga membuka lembaran baru bagi eksplorasi lautan.

[pg_youtube_advanced url=”https://www.youtube.com/watch?v=p1HmgP9l4VY” autohide=”yes” rel=”no” https=”yes”]

“OceanOne akan menjadi avatarmu,” tutur Khatib. “Tujuannya adalah untuk membuat manusia menyelam secara virtual, agar menjauhkan manusia dari bahaya. Memiliki mesin dengan karakteristik manusia yang dapat memproyeksikan perwujudan dari penyelam manusia pada kedalaman laut akan sangat mengagumkan.”

Anatomi OceanOne

Konsep dari OceanOne terlahir dari kebutuhan untuk mempelajari terumbu karang di Laut Merah yang berada jauh dibawah titik nyaman penyelam. Tidak ada kapal selam robot yang memiliki kemampuan dan ketelitian dari seorang penyelam manusia, oleh karena itu OceanOne dipahami dan dibangun dari awal, sebuah perkawinan yang sukses antara robotika, kecerdasan buatan dan sistem umpan balik haptic.

OceanOne terlihat bagai robot putri duyung. Memiliki panjang sekitar lima kaki, kepala yang dilengkapi dengan penglihatan stereoscopic yang menunjukkan pada pilotnya apa yang ia lihat, dan sepasang tangan yang dapat diartikulasikan secara penuh. Bagian “ekor”nya adalah tempat penyimpanan baterai, komputer dan pendorong multi-directional.

Walaupun tubuhnya jauh berbeda dengan robot-robot selam lainnya, namun yang paling mencolok adalah bagian tangan dari OceanOne. Tiap-tiap pergelangan tangan yang dapat diartikulasikan secara penuh itu dilengkapi dengan sensor daya yang mengirimkan umpan balik haptic pada kontrol pilot, sehingga dapat diketahui apakah OceanOne memegang sesuatu yang keras dan berat, atau ringan dan rapuh. (Nantinya tiap jari-jari akan dipenuhi dengan sensor-sensor taktil.)

Otak robot juga berfungsi membaca data dan memastikan tangannya memegang erat objek tanpa merusaknya. Selain menjelajah puing-puing kapal, OceanOne juga dianggap mahir dalam memanipulasi penelitian terumbu karang yang rentan dan dalam ketepatannya menempatkan sensor-sensor bawah laut.

“Anda dapat merasakan apa yang dilakukan robot,” tutur Khatib. “Hampir seperti Anda berada disana; dengan dapat merasakan sentuhan Anda menciptakan dimensi baru dari persepsi.”

Walau dapat mengontrolnya setiap saat, pilot OceanOne lebih sering diam. Hal tersebut dikarenakan Sensor-sensor yang berada diseluruh OceanOne dapat mengukur arus dan turbulensi, dan mengaktivasi pendorong secara otomatis untuk menjaga OceanOne tetap pada tempatnya. Bahkan jika badannya bergerak, motor-motor penembak cepat dapat menyesuaikan lengan agar tangan tetap stabil ketika bekerja.

Navigasi OceanOne mengandalkan persepsi akan lingkungannya, melalui data dari sensor-sensor dan kamera-kameranya yang diukur oleh algoritma pintar, membantu OceanOne terhindar dari tabrakan. Jika OceanOne merasa pendorongnya tidak dapat mengurangi kecepatan dengan cepat, OceanOne akan bersiap menghadapi benturan menggunakan tangannya, sebuah keuntungan dari bentuk tubuh humanoid.

Sentuhan Manusia

Bentuk humanoid juga memungkinkan OceanOne untuk berkomunikasi menggunakan gerakan tangan dengan penyelam lainnya ketika melakukan tugas atau percobaan ilmiah yang rumit. Khatib mendesain OceanOne dengan tujuan utama untuk menghindari bahaya bagi penyelam manusia.

Setiap aspek dari desain OceanOne digunakan untuk tugas yang berbahaya – seperti penambangan di laut dalam, perawatan dari pengeboran minyak, atau situasi bencana di dalam laut seperti yang terjadi pada reaktor nuklir Fukushima Daiichi, atau menjalan tugas di atas batas kemampuan dari penyelam manusia.

“Kami menghubungkan manusia pada robot dengan sangat intuitif dan cara yang berarti. Manusia dapat menyediakan intuisi, keahlian dan kemampuan kognitif pada robot,” tutur Khatib. “Keduanya membawa sinergi yang luar biasa. Manusia dan robot itu dapat melakukan hal-hal yang terlalu berbahaya bagi manusia, dimana manusianya tetap berada disana.”

Khatib terpaksa menunjukkan atribut ini ketika mengambil vas tersebut. Dimana OceanOne terjepit diantara 2 meriam ketika berenang melewati puing-puing. Menembakkan pendorong mundur pun tidak dapat melepaskannya, maka kemudian Khatib mengambil alih kemudi, membuat robot tersebut melakukan gerakan seperti push-up dan berhasil melepaskannya.

Sebagian besar usaha yang menjadikan ekspedisi La Lune menjadi kenyataan adalah berkat Michel L’Hour, direktur dari penelitian arkeologi bawah laut di Departemen Kebudayaan Perancis. Studi jarak jauh puing-puing yang dilakukan tim L’Hour sebelumnya memungkinkan OceanOne menavigasi situs tersebut. Vincent Creuze dari the Universite de Montpellier di Perancis memimpin dukungan kendaraan bawah air yang menyediakan visual dari orang ke-tiga bagi OceanOne dari jarak yang aman.

Beberapa pelajar memegang peranan penting pada kesuksesan OceanOne, termasuk para pelajar yang telah lulus seperti Gerald Brantner, Xiyang Yeh, Boyeon Kim, Brian Soe and Hannah Stuart, yang bergabung pada ekspedisi Perancis Khatib, dan juga Shameek Ganguly, Mikael Jorda, Shiquan Wang dan beberapa pelajar-pelajar lainnya. Khatib juga menggunakan keahlian dari Mark Cutkosky, seorang profesor teknik mesin, dan pelajar-pelajarnya ketika mendesain dan membangun tangan robot.

OceanOne akan kembali ke Stanford pada bulan depan, dimana Khatib beserta pelajar-pelajarnya akan terus melakukan iterasi pada platformnya. OceanOne merupakan prototipe robot armada ke-satu, namun Khatib berharap untuk membangun lebih banyak lagi unit yang dapat bekerja sama dalam sebuah ekspedisi bawah laut.

Selain Stanford, pengembangan OceanOne juga didukung oleh Meka Robotics dan the King Abdullah University of Science and Technology (KAUST) di Saudi Arabia.

Shares
Please Login, Register or comment as Guest.
Subscribe
Pilihan:
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments