Ilmuwan Berencana Bangkitkan Kembali Mammoth Tahun 2019

Ahli Biologi Akan 'Bangkitkan' Kembali Mammoth Tahun 2019

Ilustrasi Mammoth (Mammuthus primigenius), hewan punah yang hidup pada Zaman Es. Foto: Andrew Nelmerm/Getty Images/Dorling Kindersley

PUGAM.com – Mammoth, hewan besar yang berpostur mirip gajah dipercaya punah sekitar 4.000 tahun yang lalu. Namun, sekelompok ilmuwan menyatakan bahwa mereka akan membangkitkan kembali binatang purba ini dalam bentuk yang telah dimodifikasi melalui rekayasa genetika.

Berbicara dalam pertemuan tahunan American Association for the Advancement of Science (AAAS) di Boston pekan ini, tim ilmuwan dari Harvard University mengungkapkan sebuah rencana besar, yaitu ingin menciptakan embrio hibrida dari sesuatu yang disebut mammoth-elephant (mammoth-gajah) dua tahun dari sekarang, di mana sifat-sifat mammoth nantinya akan diprogram ke dalam bentuk gajah Asia.

“Tujuan kami adalah untuk menghasilkan embrio hibrida mammoth-elephant,” kata pemimpin tim, Prof George Church. “Sebenarnya, itu akan lebih terlihat seperti gajah dengan sejumlah sifat khas dari mammoth. Kami belum sampai pada tahap itu, tapi itu bisa saja terjadi dalam beberapa tahun ke depan,” sambungnya.

Mahluk ini, yang bisa juga disebut sebagai “mammophant” akan memiliki bentuk seperti gajah pada umumnya, tetapi dengan beberapa fitur yang berbeda seperti telinga kecil, memiliki lemak subkutan, bulu yang panjang dan darah yang dapat beradaptasi pada cuaca dingin.

Gen dari sifat-sifat mammoth akan disambung ke DNA gajah menggunakan alat gen-editing yang saat ini tengah menjadi sorotan, CIRSPR.

Saat ini, pekerjaan tim telah sampai pada tahap sel dan akan bergerak menuju tahapan dalam menciptakan embrio, meskipun mereka mengatakan bahwa itu akan memakan waktu bertahun-tahun sebelum akhirnya mampu menghasilkan mahluk hidup.

“Kami sedang bekerja untuk mengevaluasi dampak dari semua suntingan ini dan pada dasarnya mencoba untuk membangun embriogenesis di laboratorium,” ujarnya.

Sejak proyek ini dimulai pada tahun 2015, para peneliti telah meningkatkan jumlah suntingan. Jumlah DNA mammoth yang telah disambung ke dalam genom gajah meningkat dari 15 menjadi 45.

“Kami sudah tahu tentang apa yang harus kami lakukan dengan telinga kecil, lemak subkutan, bulu dan darah, tetapi ada beberapa bagian yang tampaknya nanti akan ikut dipilih,” katanya.

Prof Church mengatakan bahwa langkah modifikasi ini dapat membantu melestarikan gajah Asia yang terancam punah dalam bentuk spesies yang telah dimodifikasi.

Meskipun begitu, banyak pihak yang menyuarakan keprihatinan tentang proyek ini.

Matius Cobb, profesor zoologi di University of Manchester mengatakan: “Proyek yang diusulkan ini menimbulkan masalah etika yang besar. Mammoth bukan hanya sekedar satu set gen, tapi itu adalah hewan sosial, seperti gajah Asia modern. Apa yang akan terjadi ketika hibrida mammoth-elephant lahir? Bagaimana ini akan disambut oleh gajah?”

Prof Church juga menguraikan rencananya untuk menumbuhkan hewan ini dalam sebuah rahim buatan, jadi tidak menggunakan gajah betina sebagai ibu pengganti. Ini adalah rencana yang beberapa orang percaya tidak akan tercapai dalam satu dekade berikutnya.

“Kami berharap dapat melakukan seluruh prosedur ini secara ex-vivo (diluar tubuh yang hidup),” katanya.

Ia mengatakan bahwa keputusan ini dilatarbelakangi oleh status dari hewan gajah itu sendiri yang terancam punah. Menurutnya, akan lebih tidak bijak jika mereka memanfaatkan sistem reproduksi hewan yang terancam punah untuk keperluan proyek ini.

Dia menambahkan bahwa laboratorium telah mampu menumbuhkan embrio tikus dalam rahim buatan selama 10 hari.

“Tim Church mengusulkan untuk mengembangkan embrio dalam rahim buatan, tampaknya ini terdengar sangat ambisius, tapi hewan yang dihasilkan nantinya akan kehilangan seluruh interaksi dengan induknya,” kata Cobb.

Selama Zaman Es akhir, mammoth berbulu dipercaya berkeliaran di seluruh wilayah Eropa, Asia, Afrika dan Amerika Utara, kemudian menghilang sekitar 4.000 tahun lalu. Mungkin karena kombinasi dari perubahan iklim dan perburuan yang dilakukan oleh manusia pada zaman itu.

Kerabat terdekat mereka adalah gajah Asia, bukan gajah Afrika. Proyek menghidupkan kembali hewan yang punah memang cukup menjanjikan untuk dijadikan sebuah kenyataan berkat teknik dan teknologi gen-editing yang kian berkembang sejak tahun 80-an.

Teknologi ini memungkinkan proses pemilihan gen yang tepat dengan tingkat akurasi yang tinggi. Selain itu, alat seperti CRISPR ini mampu melakukan penyisipan DNA yang diambil dari spesimen mammoth beku yang terkubur oleh es selama ribuan tahun di wilayah Siberia.

CRISPR adalah teknik gen-editing yang paling banyak digunakan saat ini dan Prof Church dalam hal ini telah membantu mengembangkan teknik tersebut. CRISPR/Cas9 pertama kali digunakan untuk keperlua rakayasa genetika pada tahun 2012.

Jika Anda mengenal fungsi cut and paste pada komputer maka tidak sulit untuk memahami bagaimana CRISPR bekerja, setidaknya secara sederhana. CRISPR juga dapat memanipulasi untai DNA dengan presisi yang mungkin belum pernah dilihat oleh para ilmuwan sebelumnya.

Dalam pertemuan di Boston tersebut, Prof Church yang hadir sebagai pembicara tamu mengatakan proyek ini memiliki dua tujuan. Petama, untuk mengamankan masa depan gajah Asia yang kini terancam punah. Kedua, untuk memerangi pemanasan global. Mammoth dipercaya dapat membantu mencegah tundra dan permafrost mencair dan melepaskan sejumlah besar gas rumah kaca ke atmosfer.

“Mereka akan menjaga tundra dari pencairan dengan cara menghancurkan salju dan memungkinkan udara dingin masuk,” ujar Prof Church. “Pada musim panas, mereka dapat merobohkan pohon dan membantu rumput tumbuh.” sambungnya.

Sumber: The Guardian, Futurism

Shares
Please Login, Register or comment as Guest.
Subscribe
Pilihan:
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments