Dahsyatnya Letusan Gunung Tambora 1815 Picu Perubahan Iklim Dunia

Dahsyatnya Letusan Gunung Tambora 1815 Ciptakan Bencana Bagi Dunia

Gunung Tambora, pulau Sumbawa, Indonesia / via wikipedia.org

PUGAM.com – 10 April 1815, letusan gunung berapi yang terletak di pulau Sumbawa Indonesia dianggap sebagai letusan terburuk sepanjang sejarah manusia dan telah memicu bencana iklim bagi dunia.

Letusan Gunung Tambora diakui merupakan yang terbesar dalam satu milenium terakhir. Pada Indeks Volcano Explosivity Geological Survey AS, skor untuk letusan Tambora adalah 7 dari skala 8.

Letusan Gunung Tambora 10 kali lebih dahsyat dari letusan Gunung Pinatubo (1991) dan seratur kali lebih kuat dari letusan Gunung St Helens (1981).

Bahkan, letusan Gunung bersejarah Vesuvius pada tahun 79 Masehi yang telah mengubur kota Pompeii selama berabad-abad masih tidak cukup kuat jika dibandingkan dengan Tambora.

Ledakannya terdengar hingga ke pulau Sumatera yakni sekitar 1.930 km jauhnya, awan dan abu tebal menyebar hingga ke Srilanka dan Australia.

Menewaskan sedikitnya 10.030 orang di pulau tersebut dan lebih dari 90.000 lainnya berpotensi terkena paparan panas hasil dari letusan. Letusan telah memuntahkan 100 megaton aerosol sulfur ke lapisan stratosfer Bumi, lonjakan gas hasil letusan menyebabkan bencana kabut global.

“Orang-orang yang berada di sisi lain dunia juga ikut terdampak,” kata Liz Cottrell, Direktur Program Smithsonian Institution’s Global Volcanism.

Dibalik letusan Gunung Tambora, orang-orang di seluruh dunia sempat dibuat takjub atas ketidaktahuan mereka. Kabut mematikan Tambora telah membuat matahari terbenam terlihat lebih indah sehingga menginspirasi para seniman lukis pada waktu itu.

Fenomena tersebut tercipta ketika kabut Tambora memantulkan kembali sebagian kecil sinar matahari yang masuk, menyebabkan penurunan iklim Bumi sekitar setengah derajat celcius dan mendatangkan malapetaka bagi iklim regional selama tiga tahun berikutnya.

Sementara itu, di Amerika Serikat salju dan cuaca dingin melanda beberapa wilayah sehingga sering dijuluki sebagai “tahun tanpa musim panas”, juga memicu sebagian besar orang untuk bermigrasi ke negara-negara Barat.

Perubahan iklim global akibat letusan Gunung Tambora bahkan telah mengacaukan siklus Monsoon di Asia, membawa India pada bencana kelaparan dan memicu epidemi kolera terparah sepanjang sejarah.

Musim panas seakan terkunci dan hujan pada musim dingin telah menghancurkan sawah-sawah petani di Cina, memicu kelaparan, pembunuhan bayi dan perbudakan anak.

Tragisnya, ilmu iklim pada waktu itu belum cukup dewasa untuk menyadari apa yang sedang terjadi. Bencana iklim akibat letusan Gunung Tambora secara tidak langsung telah membunuh jutaan orang di seluruh dunia.

“Saya rasa Tambora telah mengakibatkan kerusakan iklim terparah dan paling drastis yang pernah dialami oleh manusia,” kata sejarawan lingkungan Gillen D’Arcy Wood dari University of Illinois di Urbana-Champaign.

Menurut Cottrell, kemungkinan Gunung Tambora meletus kembali harus tetap diwaspadai dan jika itu terjadi, bencana besar sedang mengancam orang-orang di Indonesia dan secara tidak langsung di dunia.

“Lebih dari satu juta orang hari ini tinggal dalam radius 100 kilometer dari Tambora dan 100.000 di antaranya berada pada radius 30 kilometer,” kata Cottrell.

Terlebih lagi, masyarakat miskin dan terpinggirkan secara tidak proporsional terkena risiko dari letusan gunung berapi namun sering diabaikan ketika bencana itu terjadi, kata Cottrell.

Ia membandingkan dengan letusan gunung berapi di Islandia: “Tidak ada yang meninggal saat gunung berapi di Islandia meletus tapi telepon saya pada waktu itu tidak berhenti berdering,” kenangnya.

“Namun ada letusan gunung berapi di Indonesia pada akhir tahun itu, di mana lebih dari 300 orang tewas dan menyebabkan lebih dari 1000 orang mengungsi tapi telepon saya tidak berdering sama sekali,” pungkas Cotrrell.

[pg_youtube_advanced url=”https://www.youtube.com/watch?v=tYzEwLtqKNo” autohide=”yes” rel=”no” https=”yes”]

Shares
Please Login, Register or comment as Guest.
Subscribe
Pilihan:
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments